Bab I Pendahuluan
Sebelum
lebih jauh kita menilik ketahan pangan di Indonesia, penting untuk kita
memahami apa sebenarnya ketahanan pangan itu. Menurut FAO, ketahanan pangan
berarti akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan
setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Lantas, Bagaimanakah kondisi
ketahanan pangan di Indonesia? Ironis, itu kadang jawabannya. Indonesia
terkenal sebagai negara yang kaya akan hasil alam dan hasil bumi, namun
Indonesia dinilai belum 'kuat' dalam bahan pangannya. Indonesia masih mengalami
ketergantungan pangan dari luar.
Koalisi
Rakyat untuk Ketahanan Pangan (KRKP) melaporkan bahwa pasokan pangan Indonesia
saat masih rentan karena besarnya ketergantungan impor bahan pangan dari negara
lain yang jumlahnya mencapai 70%. Pada tahun 2011 lalu total impor pangan
Indonesia mencapai Rp.125 Triliun. Di lain sisi, FAO juga menyebutkan bahwa
Indonesia berada di level serius dalam indeks kelaparan global. Hal ini
diprediksi akan terus memburuk dengan terus bertambahnya jumlah penduduk di
Indonesia. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan
di 2045 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 450 juta jiwa.
Oleh karena
itu, urgensi ketersedian pangan untuk setiap individu rakyat Indonesia menjadi
semakin mendesak. Jika kita juga meniliki kondisi global, konsumsi pangan juga
cenderung meningkat di seluruh dunia. Proyeksi PBB menyebutkan populasi
penduduk dunia di tahun 2050 mencapai lebih dari 9 miliar jiwa dan memerlukan
tambahan pangan sebesar 70% dibandingkan sekarang. Di masa depan diprediksi
akan terjadi kelangkaan pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti
kerusakan lingkungan, konversi lahan, tingginya harga bahan bakar fosil,
pemanasan iklim dan lain-lain.
Indonesia
mau tidak mau harus mampu menghadapi kondisi ini. Indonesia harus bangkit dan
terhindar sebagai negara middle income trap. Hal ini dapat terjadi jika politik
pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah tetap konsisten di jalurnya dan sektor
pertanian atau pangan tetap menjadi prioritas dalam pembangunan. Untuk menggali
lebih jauh tentang ketahanan pangan dan keberlanjutan pangan di Indonesia, maka
di Lingkar Inspirasi kali ini, kami akan mengundang beberapa ahli pangan untuk
mengkaji ketahanan pangan di Indonesia.
Bab II Permasalahan
Pada prakteknya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia masih
terus terjadi, masalah ini mencakup empat aspek aspek pertama ialah aspek
produksi dan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan
pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Dalam arti
setiap penduduk dan rumah tangga mampu untuk mengkonsumsi pangan dalam jumlah
dan gizi yang cukup. Permasalahan aspek produksi diawali dengan ketidakcukupan
produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan
oleh laju pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih lambat dari
pertumbuhan permintaannya. Permasalahan ini akan berpengaruh pada ketersediaan
bahan pangan.
Ketersediaan bahan pangan bagi penduduk akan semakin terbatas akibat
kesenjangan yang terjadi antara produksi dan permintaan. Selama ini,
permasalahan ini dapat diatasi dengan impor bahan pangan tersebut. Namun,
sampai kapan bangsa ini akan mengimpor bahan pangan dari luar? Karena hal ini
tidak akan membuat bangsa ini berkembang. Sebaliknya akan mengancam stabilitas
ketahanan pangan di Indonesia dan juga mengancam produk dalam negeri. Aspek
selanjutnya ialah aspek distribusi. Permasalahan di dalam permbangunan
ketahanan pangan adalah distribusi pangan dari daerah sentra produksi ke konsumen
di suatu wilayah. Distribusi adalah suatu proses pengangkutan bahan pangan dari
suatu tempat ke tempat lain, biasanya dari produsen ke konsumen. Berikut ini
merupakan ilustrasi yang menggambarkan permasalahan distribusi pangan di
Indonesia. Thailand merupakan negara pengekspor beras terbesar di dunia,
sementara Indonesia merupakan negara pengimport beras. Berdasarkan data, harga
produksi rata-rata gabah atau beras antara Indonesia dan Thailand tidak terlalu
berbeda jauh sekitar 100 USD per ton. Namun harga beras di pasaran antara
Thailand dan Indonesia cukup berbeda jauh. Harga beras di Indonesia sampai awal
tahun 2004 berkisar antara Rp. 2.750, 00 – Rp. 3.000, 00. Harga beras di
Thailand lebih lebih murah dibandingkan itu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
permasalahan yang terjadi tidak hanya pada skala produksi, namun juga terdapat
pada rantai distribusi beras tersebut dapat sampai pada konsumen. Berikut ini
ada empat akar permasalahan pada distribusi pangan, yang dihadapi. Pertama,
dukungan infrastruktur, yaitu kurangnya dukungan akses terhadap pembangunan
sarana jalan, jembatan, dan lainnya. Kedua, sarana transportasi, yakni
kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat di dalam pemeliharaan sarana
transportasi kita. Ketiga, sistem transportasi, yakni sistem transportasi
negara kita yang masih kurang efektif dan efisien. Selain itu juga kurangnya
koordinasi antara setiap moda transportasi mengakibatkan bahan pangan yang
diangkut sering terlambat sampai ke tempat tujuan. (4) masalah keamanan dan pungutan
liar, yakni pungutan liar yang dilakukan oleh preman sepanjang jalur
transportasi di Indonesia masih sering terjadi. Aspek lain yang tak kalah
penting ialah aspek konsumsi. Permasalahan dari aspek konsumsi diawali dengan
suatu keadaan dimana masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang cukup
tinggi terhadap bahan pangan beras. Berdasarkan data tingkat konsumsi
masyarakat Indonesia terhadap beras sekitar 134 kg per kapita. Walaupun kita
menyadari bahwa beras merupakan bahan pangan pokok utama masyarakat Indonesia.
Keadaan ini dapat mengancam ketahanan pangan negara kita. Jika kita melihat
bahwa produksi beras Indonesia dari tahun ke tahun yang menurun tidak diimbangi
dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras yang terus meningkat.
Walaupun selama ini keadaan ini bisa teratasi dengan mengimport beras. Namun
sampai kapan negara ini akan terus mengimport beras? Pertanyaan ini perlu kita
perhatikan. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu bahan pangan sangat
dipengaruhi oleh dua faktor, diantaranya : tingkat pengetahuan masyarakat
tersebut terhadap bahan pangan atau makanan yang dikonsumsi dan pendapatan
masyarakat. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bahan pangan juga sangat
mempengaruhi pola konsumsi masyarakat tersebut. Apabila suatu masyarakat
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bahan pangan yang sehat, bergizi, dan
aman untuk dikonsumsi. Maka masyarakat tersebut tentunya akan lebih seksama
dalam menentukan pola konsumsi makanan mereka. Selain itu, pendapatan
masyarakat sangat berpengaruh di dalam menentukan pola konsumsi masyarakat.
Berdasarkan data dari BPS mengenai hubungan antara skor pola pangan harapan
(PPH) suatu masyarakat dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan.
Terdapat hubungan positif dianta keduanya, yakni semakin tinggi tingkat
pengeluaran per kapita per bulan suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula
pola pangan harapan masyarakat tersebut. Aspek terkhir ialah aspek kemiskinan.
Ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan.
Kemiskinan menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di
Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah
rata-rata sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri.
Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat
yang rendah juga akan mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat.
Tidak terpenuhinya status gizi masyarakat akan berdampak pada tingkat
produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Status gizi yang rendah juga
berpengaruh pada tingkat kecerdasan generasi muda suatu bangsa.
Bab III Penutup
Ketahan pangan
di Indonesia sangat memprihatinkan karna masih ada saja yang busung lapar atau gizi
buruk. Oleh karena itu dapatlah kita lihat dari tahun ke tahun kemiskinan yang
dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya beli, dan pendapatan masyarakat
yang rendah sangat berpengaruh terhadap stabilitas ketahanan pangan di
Indonesia. Dari berbagai aspek permasalahan di atas, sebenarnya ada beberapa
solusi yang dapat dilakukan oleh bangsa kita agar memiliki ketahanan pangan
yang baik. Solusi tersebut ialah diversifikasi pangan dan mendukung secara
nyata kegiatan peningkatan pendapatan in situ (income generating activity in
situ).
Daftar Pustaka